Sebagai organisasi non profit, Inisiatif Kota untuk Perubahan Iklim (IKUPI) atau sering dikenal juga sebagai Initiative for Urban Climate Change and Environment (IUCCE) beberapa hari yang lalu (22/1/19) berpartisipasi dalam Dialog Interaktif Dewan yang diselenggarakan di studio Metro TV Jateng. Direktur Eksekutif IUCCE, Rukuh Setiadi, memberikan opini serta pandangan tentang Mitigasi Bencana,bersama-sama dengan Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana daerah (BPBD) Kota Semarang, Agus Harmunanto dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang, Agung Budi Margono.
Kami melihat dialog tersebut sebagai salah satu wujud perhatian Pemerintah Kota dan Dewan terkait dengan peningkatan bencana alam, seiring dengan iklim yang sedang berubah dan kejadian cuaca ekstrim di setiap musim penghujan ini. Pemerintah Kota Semarang dengan dukungan Pemerintah Pusat sejauh ini telah melakukan pembangunan sejumlah infrastruktur pengendali banjir seperti kolam retensi, tanggul, sistem pompa banjir, serta normalisasi sungai, diantaranya normalisasi Kanal Banjir Timur (KBT) yang sedang berjalanmenyusul dituntaskannya normalisasi Kanal Banjir Barat (KBB) dan Pembangunan Waduk Jatibarang beberapa tahun silam. Pemerintah Kota juga telah mengeluarkan Perda yang mengamanatkan agar pengembang perumahan di daerah perbukitanmembangun embung dan resapan agar air bisa dikelola sebelum sampai ke drainase kota. Upaya-upaya tersebut tidak bisa disangkal berperan penting sebagai instrumen fisik untuk mitigasi bencana banjir di Kota Semarang.
Namun demikian, dalam Dialog tersebut IUCCE menambahkan bahwa mitigasi bencana tidak hanya upaya fisik dan infrastruktur. Rukuh mengatakan bahwa prinsip mitigasi perlu dilihat lebih luas, tidak hanya mencakup upaya menurunkan resiko secara langsung, tetapi juga upaya-upaya meningkatkan kapasitas sistem perkotaan dan masyarakatnya. Tidak ada kota yang tangguh terhadap bencana ketika masyarakat dan perangkat kebijakan yang mendukung tidak tersedia dan disiapkan dengan baik.Oleh karena itu, IUCCE menggarisbawahi pentingnya empat kapasitas lainya yang perlu diperhatikan yaitu kapasitas manusia, kapasitas finansial, kapasitas sosial, dan kapasitas alam.
Agung Budi Margono yang juga alumni Magister Perencanaan Wilayah dan Kota (MPWK)Universitas Diponegoro mengisyaratkan peningkatan alokasi anggaran untuk infrastruktur. Namun, beliau lebih menggarisbawahi pentingnya konsistensi tata ruang melalui mekanisme perizinan yang tegas. Investasi infrastruktur di daerah hilir dan pesisir tidak akan banyak memberikan efek ketika pengendalian pemanfaatan lahan di daerah hulu dibebaskan. IUCCE disini melihat bahwa upaya-upaya untuk menginterpretasikan kebutuhan-kebutuhan mitigasi bencana dalam konteks penataan dan tata ruang dalam berbagai skala (misalnya: Wilayah, Kota, Kawasan, dan Site) perlu dipahami secara utuh oleh Pemerintah Kota, khususnya Dinas Tata Ruang. Jika ini bisa diimplementasikan dengan baik maka harapan untuk memiliki kapasitas alam yang lebih tangguh guna mendukung mitigasi dapat terwujud.
Agus Harmunanto mengingatkan bahwa Mitigasi ini tidak hanya menjadi tugas BPBD karena wujud-wujud mitigasi tersebar di berbagai sektor. Mitigasi melalui infrastruktur misalnya adalah domain dari Dinas Pekerjaan Umum dan bahkan Departemen Pekerjaan Umum untuk infrastruktur strategis nasional. Upaya peningkatan kapasitas finansial sangat terkait dengan kemudahan akses bagi masyarakat untuk mendapatkan pembiayaan agar keluar dari kerentanannya (misalnya untuk meninggikan rumah, memperbaiki drainase lingkungan, dsb). Ini terkait dengan peran sektor jasa keuangan dan partisipasi lembaga-lembaga keuangan, baik yang formal dan non-formal. Peningkatan kapasitas sosial misalnya melalui sosialisasi dan pelatihan respon kebencanaan di tingkat masyarakat serta perbaikan kelembagaan masyarakat. BPBD telah melakukan peningkatan kapasitas sosial ini melalui pembentukan dan pembinaan Kelurahan Siaga Bencana (KSB). KSB sudah berdiri di sejumlah wilayah rentan seperti di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Beringin dan sepanjang Kanal Banjir Barat, dan peningkatan kapasitas Kelurahan Siaga Bencana ini sepertinya akan terus-menerus menjadi agenda rutin BPPD. Upaya ini bertujuan agar masyarakat pada tingkat akar rumput bisa mengerti apa yang harus dilakukan untuk mengantisipasi, pada saat evakuasi dan pasca bencana. Dalam jangka panjang peningkatan kapasitas sosial ini diharapkan menjadi budaya sadar bencana di masyarakat.
Sejatinya mitigasi bencana adalah tema yang luas dan secara teknis menyangkut pengenalan terhadap karakteristik risiko atau bencana, akurasi data bencana distribusi informasi yang handal serta penerapan teknologi informasi yang bisa menjangkau mereka yang rentan. Di Semarang, IUCCE dan Pemerintah Kota Semarang dengan dukungan dari Mercy Corps Indonesia pernah melakukan upaya komprehensif mitigasi bencana banjir di DAS Beringin melalui kegiatan Flood Early Warning System. FEWS mencakup sejumlah intervensi yang terkait dengan kajian risiko kebencanaan secara detail, pembentukan kelompok siaga bencana, penerapan teknologi peringatan dini, penguatan kelompok melalui pelatihan dan simulasi evakuasi bencana, dan pendampingan pembuatan rencana kontinjensi banjir. Sesi dialog tersedia di kanal Youtube Metro TV Jateng & DIY.