Abstrak
Artikel ini memperkenalkan konsep ‘Kota Laut’ untuk menekankan berbagai taktik untuk mengakui hubungan antara laut dan kota. Konsep ini penting untuk kemungkinan mengintegrasikan urbanisme berbasis akuatik di masa depan untuk mengatasi perubahan iklim, dan khususnya, masalah kenaikan permukaan laut, yang saat ini dihadapi oleh sebagian besar kota pesisir. Kami membandingkan dan menilai taktik empat kota laut (yaitu, untuk membentengi, menampung, melepaskan, dan mengapung) dengan studi kasus Jakarta. Jakarta dianggap sebagai salah satu kota metropolitan yang paling rentan terhadap kenaikan permukaan laut, karena kelebihan penduduk di samping fakta bahwa daratannya tenggelam dengan cepat karena pembangunan perkotaan yang masif. Untuk memahami prospek dan perangkap setiap taktik untuk Jakarta, kami menganalisis literatur ilmiah tentang subjek tersebut, laporan dan dokumen resmi pemerintah, serta ringkasan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah di tingkat nasional. Studi ini menemukan bahwa solusi struktural keras yang masif tidak hanya tidak cukup tetapi juga tidak efektif untuk mengatasi tantangan perubahan iklim di Jakarta, terutama kenaikan permukaan laut. Pada saat yang sama, ini juga mengidentifikasi bahwa meskipun kombinasi taktik akomodatif dan mengambang tidak pernah dianggap sebagai opsi perencanaan di masa depan, hal ini dapat memungkinkan solusi yang lebih tangguh dan adaptif untuk lintasan pembangunan Jakarta di masa depan. Dengan demikian, ini juga dapat memberikan pelajaran penting yang dapat ditransfer untuk kota-kota pesisir lainnya, terutama yang berada di negara berkembang.
Kata Kunci : Kota laut, urbanisme berbasis akuatik, kenaikan permukaan laut (SLR), kota terapung, Jakarta