Perubahan signifikan pada sistem iklim yang kita alami saat ini tidak hanya sekedar argumen. Beberapa bukti dari observasi dan studi yang dilakukan oleh International Panel for Climate Change (IPCC) telah menunjukkan bahwa peningkatan suhu udara dan laut, mencairnya salju dan es, dan peningkatan permukaan laut adalah nyata. UNEP (2009) telah menerbitkan dokumen yang merangkum studi penting dan informasi terbaru dari IPCC tentang perubahan iklim global. Tidak diragukan lagi bahwa perubahan iklim yang terjadi saat ini sebagai akibat dari aktivitas manusia. Bagaimanapun aktivitas manusia yang paling signifikan adalah aktivitas dalam 50 tahun terakhir di seluruh dunia. Dalam kurun waktu tersebut, penyebab alami seperti radiasi matahari memang turut andil dalam meningkatkan suhu atmosfer bumi. Sayangnya, bukti ilmiah menunjukkan bahwa aktivitas manusia adalah kontributor utama dibandingkan dengan penyebab alami dan mereka harus bertanggung jawab atas pemanasan global (IPCC dalam UNEP, 2009). Pemanasan ini tidak hanya berkaitan dengan suhu tetapi juga menyebabkan perubahan ekstrim pada aspek lain yang berdampak pada manusia. Sebagaimana ditunjukkan dalam Vulnerability Assessment, pemanasan global merupakan fenomena nyata di Kota Semarang. Berdasarkan dua skenario tersebut, suhu kota menunjukkan tren peningkatan begitu pula dengan elevasi air laut. Perubahan suhu juga membuka peluang terjadinya perubahan intensitas curah hujan, terutama pada musim hujan yang diperkirakan akan meningkat. Perubahan iklim yang ekstrim ini dapat berkontribusi pada terjadinya banjir di Kota Semarang. Sementara itu, kenaikan permukaan air laut akan memperparah masalah banjir dan genangan air laut yang sudah ada. Selain banjir dan genangan sebagai salah satu bentuk perubahan iklim yang paling nyata di Kota Semarang, juga dipastikan bahwa perubahan iklim juga meningkatkan risiko terjadinya longsor, kekeringan, dan abrasi di sejumlah wilayah di kota tersebut.
Peristiwa bencana skala besar ini menimbulkan kekhawatiran yang dapat mempengaruhi keberlangsungan pembangunan kota. Dalam skala yang lebih kecil, dampak perubahan iklim dapat terjadi pada kelompok masyarakat di wilayah tertentu kota, terutama kelompok miskin dan terpinggirkan. Asian Cities Climate Change Resilience Network (ACCCRN) di Kota Semarang telah melampaui sejumlah pencapaian prestasi. Pencapaian ini dimulai dengan penyelesaian Vulnerability Assessment (VA), implementasi proyek percontohan adaptasi perubahan iklim, dan studi sektor. Sebelum diterapkannya adaptasi perubahan iklim dalam skala kota, semua capaian tersebut sangat penting untuk dikaji lebih mendalam dan ditindaklanjuti melalui penyusunan City Resilience Strategy (CRS). Oleh karena itu, dokumen CRS dalam kerangka ACCCRN merupakan landasan dasar bagi proyek dan kegiatan intervensi di masa mendatang untuk meningkatkan ketahanan Kota Semarang terhadap perubahan iklim. Rockefeller dan ISET (2010) mendefinisikan ketahanan sebagai kemampuan sistem untuk bertahan dari tekanan dan guncangan dan kemampuan sistem untuk mempertahankan fungsinya. Kota merupakan sistem yang harus dibuat tahan (resilience). Ketahanan dan adaptasi sangat penting karena kerentanan sistem perkotaan. Sebagai suatu sistem, kota terdiri dari beberapa wilayah (sub sistem) yang masing-masing memiliki fungsi dan elemen yang berbeda. Sebagai sebuah sistem, setiap sub-sistem terhubung satu sama lain dan bersama-sama membentuk kota yang berfungsi. Kerusakan yang parah pada salah satu sistem sub-perkotaan atau satu bagian dari kawasan perkotaan akan dapat mempengaruhi sub-sistem lainnya, bahkan keseluruhan sistem. Pada dasarnya, sistem yang tangguh diharapkan dapat menjaga ketahanan fungsi utama kota dari berbagai bentuk tekanan dan guncangan akibat dampak perubahan iklim. Sistem yang tangguh juga memungkinkan kota melakukan pemulihan dengan cepat dari dampak tersebut. Secara praktis, dokumen CRS juga dapat dilihat sebagai roadmap untuk mempersiapkan kota dalam menghadapi skenario terburuk yang mungkin timbul dari perubahan iklim. Tanpa dokumen strategi ketahanan, fungsi sistem perkotaan dan kelompok rentan akan terancam.