Perubahan iklim menghadirkan banyak tantangan bagi pemerintah daerah di negara berkembang. Hal ini merupakan tantangan yang berat, terutama di kota-kota yang mengalami pertumbuhan penduduk yang terus menerus dan cepat, yang membutuhkan tata guna lahan dan perencanaan infrastruktur yang memadai. Seringkali kota-kota ini melihat permukiman informal dibangun di lokasi berbahaya.
Kesehatan penduduk di kota-kota besar dapat dipengaruhi oleh dampak perubahan iklim termasuk peningkatan curah hujan, banjir dan gelombang panas, yang berkontribusi pada peningkatan penyakit vector-borne. Di Indonesia, program dan proyek regenerasi perkotaan dipandang sebagai cara potensial untuk meningkatkan kesejahteraan dengan menyediakan perumahan yang layak. Regenerasi perkotaan adalah gagasan luas untuk memperbaiki kawasan perkotaan yang terabaikan.
Dengan membandingkan dua kota di Indonesia, Semarang dan Pekalongan, studi ini menilai sejauh mana regenerasi perkotaan dapat dianggap sebagai opsi adaptasi perubahan iklim, dan mengeksplorasi potensi tantangan dan hasil dalam menggunakan regenerasi perkotaan sebagai strategi adaptasi untuk meningkatkan ketahanan kesehatan, seperti melalui perbaikan perumahan dan sanitasi, di tingkat kota. Studi ini menemukan beberapa manfaat dari regenerasi perkotaan (dan khususnya pembangunan perumahan vertikal yang direncanakan) seperti peningkatan perlindungan dari kejadian cuaca ekstrim, berkurangnya masalah hak atas tanah, berkurangnya prevalensi hama seperti tikus, dan kemampuan mengatasi gelombang panas yang lebih baik jika dibandingkan dengan perumahan informal non-vertikal. Namun, tidak ada indikasi langsung bahwa tipe rumah memiliki korelasi positif atau negatif dengan kejadian diare, dermatitis atau gangguan pernafasan.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi potensi regenerasi perkotaan, khususnya perumahan, sebagai langkah adaptasi dan untuk lebih memahami apa faktor inti yang membentuk ‘kesuksesan’ dan ‘kesejahteraan’ di kawasan perumahan formal dan informal dan bagaimana hasil tersebut dapat berkontribusi dalam pengembangan kebijakan adaptasi informasi di tingkat kota.